BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pendidikan yang
baik dan benar, akan sangat berpengaruh pada perkembangan pribadi dan sosial
anak. Kebutuhan yang diberikan melalui pola asuh dalam bentuk kegiatan olahraga
yang penuh nuansa sportif akan memberikan kesempatan pada anak untuk belajar
dan menunjukkan bahwa dirinya adalah anak yang menjunjung etika dan moral dalam
kehidupan sehari-harinya.
Pendidikan
Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan,
sehingga pendidikan jasmani memiliki arti yang cukup representatif dalam
mengembangkan manusia dalam persiapannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.
Pendidikan jasmani mempunyai tujuan pendidikan sebagai (1) perkembangan
organ-organ tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani, 2) perkembangan
neuro muskuler, 3) perkembangan mental emosional, 4) perkembangan sosial dan 5)
perkembangan intelektual. ”Johansyah (2007:1).” Tujuan akhir olahraga dan
pendidikan jasmani terletak dalam peranannya sebagai wadah unik penyempurnaan
watak, dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat,
watak yang baik dan sifat yang mulia; hanya orang-orang yang memiliki kebajikan
moral seperti inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang berguna
Berdasarkan
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga
merupakan ‘alat’ pendidikan, sekaligus pembudayaan yang mempunyai pengaruh
sangat besar terhadap pembentukan kepribadian anak. Oleh karena itu, penulis
akan membahas suatu permasalahan yang berjudul Pengaruh Etika dan Moral dalam
Pendiidikan Jasmani Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak
1.2
Tujuan
a. Mengetahui
Pengertian dan perbedaan dari etika, dan moral
b. Mengetahui
modernisasi dan globalisasi serta dampaknya terhadap akhlak, etika, dan moral
remaja
c. Mengetahui
kondisi akhlak remaja saat ini dan permasalahan yang ditimbulkan
d.
Dapat menentukan solusi
yang tepat untuk menangani permasalahan akhlak, etika, dan moral remaja
berdasar atas dalil naqli dan aqli
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1
Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika
berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang
baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika membahasa tentang
tingkah laku manusia.
Tujuan etika
dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia
disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk
sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha
mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing
golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang
berlainan.
Secara metodologi, tidak setiap hal
menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan
suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.
Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku
manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia
dari sudut baik dan buruk .
Etika terbagi menjadi tiga bagian
utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
Adapun Jenis-jenis Etika adalah
sebagai berikut:
1.
Etika
Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai
etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh
manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir
dari filsafat.
Ada dua sifat
etika, yaitu:
a.
Non-empiris Filsafat digolongkan
sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta
atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha
melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik
gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti
pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang
apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b.
Praktis Cabang-cabang filsafat
berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa
itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang
“apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat
bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif,
dimana etika hanya menganalisis
tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil
melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan
kelemahannya.
2.
Etika
Teologis
Terdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika
teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan
setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika
teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur
di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah
memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan
sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis.
Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika
teologis.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang
unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang
dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat
memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.
2.2
Moral
Moral berasal dari bahasa latin
yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral adalah hal-hal yang
sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang
baik dan mana yang wajar.
Moral (Bahasa Latin Moralitas)
adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang
mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral
artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral
adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
2.3
Akhlak
Secara linguistik atau bahasa,
akhlak berasal dari bahasa arab yakni
khuluqun yang menurut loghat diartikan:
budi pekerti,perangai, tingkah laku
atau tabiat. Kalimat tersebut
mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang
berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan
makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai
media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan
antara makhluk dengan makhluk.
Menurut Al Ghazali akhlak adalah
sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa
banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak
itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan
timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena
sudah menjadi budaya sehari-hari.
Defenisi akhlak secara substansi
tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang
terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
1. Perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga
telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini
berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan
tidak sadar, hilang ingatan, tidur, atau gila.
3. Perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya,
tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang
dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa
ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat
dinilai baik atau buruk.
4. Perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau
karena bersandiwara
5. Sejalan
dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah
perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan
karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Secara garis besar, akhlak dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak baik (akhlak al-karimah) dan akhlak
yang buruk (akhlak madzmumah). Yang termasuk akhlak baik misalnya seperti berbuat
adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan, amanah, dan lain sebagainya. Sedangkan,
yang termasuk akhlak buruk adalah seperti berbuat dhalim, berdusta, pemarah,
pendendam, kikir, curang, dan lain sebagainya.
Akhlak adalah hal yang terpenting
dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku,
tabiat, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam
hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk. Rasulullah saw bersabda:
" Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik
akhlaknya".
Dari sudut kebahasaan, akhlak
berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata
al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala,
yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan,
tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban
yang baik) dan al-din (agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa
sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata
akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat
yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim
ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut
memang sudah demikian adanya.
2.4
Modernisasi
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang
bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju
kepada suatu masyarakat yang modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat
para ahli adalah sebagai berikut.
Menurut
Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu
transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam
arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis.
Sedangkan Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu
sebagai berikut.
a. Cara berpikir yang ilmiah yang
berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat.
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu.
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu.
d. Penciptaan iklim yang
menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan
alat-alat komunikasi massa.
e. Tingkat organisasi yang tinggi
yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti
pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam
pelaksanaan perencanaan sosial.
BAB
III
PEMBAHASAN
Apabila kita menelusuri lebih
mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika
dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan
dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah
laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak
mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan
al-Quran.
Tujuan etika dalam pandangan
filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu
dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan
itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia
ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Para ahli dapat segera mengetahui
bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari
segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh
manusia. Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran
dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut
dan tidak pula universal. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi
sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan
dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb. Dan keempat, dilihat dari
segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan
zaman. Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan
manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan
atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Moral berasal dari bahasa latin
yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai
dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan
mana yang wajar.
Antara etika dan moral memang
memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak
bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut
pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara
universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika
menjelaskan ukuran itu.
Namun demikian, dalam beberapa hal
antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan
etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan
tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur
yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di
masyarakat.
Dalam beberapa hal antara etika dan
moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk
menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal
pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah
norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan
demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam
konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam
tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Etika dan moral sama artinya tetapi
dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai
untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian
system nilai yang ada.
Namun, etika, moral, susila dan
akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian tersebut di atas
menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasala dari produk
rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat
dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu,
yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain
jika etika, moral dan susila berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari
Tuhan.
3.1
Dampak
modernisasi dan globalisasi terhadap akhlak, etika, dan moral remaja
Modernisasi merupakan suatu proses
transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di
berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan, globalisasi yang berasal dari kata
global atau globe artinya
bola dunia atau mendunia. Jadi, globalisasi
berarti suatu proses masuk ke
lingkungan dunia.
Modernisasi dan
globalisasi dapat memperngaruhi sikap masyarakat dalam bentuk positif maupun
negatif. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
¨ Sikap
Positif
1) Penerimaan
secara terbuka (open minded); lebih dinamis, tidak terbelenggu hal-hal lama
yang bersikap kolot
2)
Mengembangkan sikap
antisipatif dan selektif
kepekaan
(antisipatif) dalam menilai hal-hal yang akan atau sedang terjadi.
¨ Sikap
Negatif
1) Tertutup dan was-was (apatis)
2) masyarakat
yang telah merasa nyaman dengan kondisi kehidupan masyarakat yang ada
3) Acuh
tah acuh
4) masyarakat
awam yang kurang memahami arti strategis modernisasi dan globalisasi
5) Kurang
selektif dalam menyikapi perubahan modernisasi
6) dengan
menerima setiap bentuk hal-hal baru tanpa adanya seleksi/filter
Modernisasi dan
globalisasi dapat masuk ke kehidupan masyarakat melalui berbagai media,
terutama media elektronik seperti internet. Karena dengan fasilitas ini semua orang dapat dengan bebas mengakses
informasi dari berbagai belahan dunia. Pengetahuan dan kesadaran seseorang
sangat menentukan sikapnya untuk menyaring informasi yang didapat. Apakah
nantinya berdampak positif atau negatif terhadap dirinya, lingkungan, dan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pemahaman agama yang baik sebagai dasar untuk
menyaring informasi. Kurangnya filter dan selektivitas
terhadap budaya asing yang masuk ke Indonesia, budaya tersebut dapat saja masuk
pada masyarakat yang labil terhadap perubahan terutama remaja dan terjadilah
penurunan etika dan moral pada masyarakat Indonesia.
Jika dilihat
pada kenyataannya, efek dari modernisasi dan
globalisasi lebih
banyak mengarah ke negatif.
Kita dapat kehilangan budaya negara kita sendiri dan terbawa oleh budaya barat,
jika masyarakat Indonesia sendiri tidak mempelajari pengetahuan tentang kebudayaan Indonesia dan tidak menjaga kebudayaan tersebut.
Ada baiknya budaya barat yang kita serap disaring terlebih dahulu. Karena tidak
semua budaya barat adalah baik. Jika kita terus menerima dan menyerap budaya asing
yang tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia, dapat terjadi penyimpangan
etika dan moral bangsa Indonesia sendiri. Melalui penyimpangan etika dan moral
tersebut, dapat tercipta pola kehidupan dan pergaulan yang menyimpang. Tidak hanya akibat negatif
yang dihasilkan modernisasi dan globalisasi. Proses ini juga menghasilkan
akibat positif, yaitu terciptanya masyarakat yang lebih intelek dan melek terhadap perubahan dan
perkembangan dunia.
3.2
Kondisi
akhlak remaja saat ini dan permasalahan yang ditimbulkan
Berikut ini
adalah beberapa fakta mengenai penurunan akhlak masyarakat yang diadapat dari
berbagai masyarakat.
¨ 15-20
persen dari remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan seksual
di luar nikah
¨ 15
juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya
¨ hingga
Juni 2009 telah tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di
Indonesia, dengan 78,8 persen dari kasus-kasus baru yang terlaporkan berasal
dari usia 15-29 tahun
¨ Diperkirakan
terdapat sekitar 270.000 pekerja seks perempuan yang ada di Indonesia, di mana
lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen berusia
15 tahun atau kurang
¨ setiap
tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20 persen
diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja
¨ Berdasarkan
data kepolisian, setiap tahun penggunaan narkoba selalu naik. Korban paling
banyak berasal dari kelompok remaja, sekitar 14 ribu orang atau 19% dari
keseluruhan pengguna.
¨ jumlah
kasus kriminal yang dilakukan anak-anak dan remaja tercatat 1.150 sementara
pada 2008 hanya 713 kasus. Ini berarti ada peningkatan 437 kasus. Jenis kasus
kejahatan itu antara lain pencurian, narkoba, pembunuhan dan pemerkosaan.
¨ Sejak
Januari hingga Oktober 2009, Kriminalitas yang dilakukan oleh remaja meningkat
35% dibandingkan tahun sebelumnya, Pelakunya rata-rata berusia 13 hingga 17
tahun.
Kemorosotan
akhlak di atas disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
¨ Salah
pergaulan, apabila kita salah memilih pergaulan kita juga bisa ikut-ikutan
untuk melakukan hal yang tidak baik.
¨ Orang
tua yang kurang perhatian, apabila orang tua kuran memperhatikan anaknya,
bisa-bisa anaknya merasa tidak nyaman berada di rumah dan selalu keluar rumah.
Hal ini bisa menyebabkan remaja terkena pergaulan bebas.
¨ Ingin
mengikuti trend, bsia saja awalmya para remaja merokok adalah ingin terlihat
keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalu sudah mencoba merokok
dia juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.
¨ Himpitan
ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat pelarian.
¨ Kurangnya
pendidikan Agama dan moral.
Faktor-faktor di
atas sebagian besar dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Dengan berkembang pesatnya teknologi pada zaman
sekarang ini, arus informasi menjadi lebih transparan. Kemampuan masyarakat yang tidak dapat menyaring
informasi ini dapat mengganggu akhlak. Pesatnya perkembangan teknologi dapat
membuat masyarakat melupakan tujuan utama manusia diciptakan, yaitu untuk
beribadah.
Untuk mengatasi
masalah ini, penulis memeberikan beberapa solusi berdasarkan dalil naqli dan
akli sebagai berikut.
¨ Untuk meghindari salah
pergaulan, kita harus pandai memilah
dan memilih teman dekat. Karena pergaulan akan sangat berpengaruh terhadap
etika, moral, dan akhlak.
¨ Peran orang tua sangat penting dalam pembentukan
karakter seseorang, terutama dalam mengenalkan pendidikan agama sejak dini.
Perhatian dari orang tua juga sangat penting. Karena pada banyak kasus,
kurangnya perhatian orang tua dapat menyebabkan dampak buruk pada sikap anak.
¨ Memperluas wawasan dan pengetahuan akan sangat berguna
untuk menyaring pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya kebiasaan merokok.
Dewasa ini, orang-orang menganggap bahwa merokok meningkatkan kepercayaan diri
dalam pergaulan. Padahal jika dilihat dari sisi kesehatan, merokok dapat
menyebabkan banyak penyakit, baik pada perokok aktif maupun pasif. Sehingga
kebiasaan ini tidak hanya akan mempengaruhi dirinya sendiri, melainkan juga
orang-orang di sekelilingnya.
¨ Meningkatkan iman dan takwa dengan cara bersyukur,
bersabar, dan beramal sholeh.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan
di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perbedaaan
antara akhlak, moral, dan etika adalah terletak pada sumber yang dijadikan
patokan untuk menentukan baik dan buruk. Pada
etika, penilaian baik buruk
berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral berdasarkan kebiasaan yang
berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk
menentukan baik buruk itu adalah al-Qur'an dan al-hadis.
2. Modernisasi adalah suatu
proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat
di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan globalisasi adalah suatu proses
masuk ke lingkungan dunia, dimana semua
informasi dari berbagai belahan dunia dapat diakses dengan mudah dan cepat.
Kedua hal ini dapat memberi pengaruh positif dan negatif tergantung pada
kemampuan masyarakat untuk menyaring informasi tersebut.
3. Berdasarkan fakta yang ada, dapat dilihat bahwa
terjadi kemerosotan nilai akhlak, seperti tingkat kriminalitas yang tinggi,
tingkat aborsi yang tinggi, dan lain-lain. Jika hal-hal seperti ini tidak
diperbaiki, hal ini akan menyebabkan rusaknya generasi masyarakat di masa yang
akan datang. Sehingga tidak mungkin zaman akan berganti lagi seperti zaman
jahiliyah dahulu.
4. Untuk mencegah dan atau memperbaiki kemorosotan akhlak
ini, ada berbagai macam solusi yang dapat dilakukan seperti yang telah
disebutkan di atas. Namun pada dasarnya, semua solusi tersebut mengarah pada
pemahaman dan pengamalan yang sebenarnya pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits.
DAFTAR PUSTAKA
http://wizanies.blogspot.com/2007/08/akhlak-etika-moral.html
http://grms.multiply.com/journal/item/26
http://dewon.wordpress.com/2007/11/03/kategori-19/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar